Tanaman Transgenik di Indonesia

15 July 2013

Tanaman Transgenik di Indonesia

Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik, baik dengan persilangan tanaman secara konvensional maupun dengan bioteknologi melalui rekayasa genetika.

 Kehadiran teknologi transformasi memberikan wahana bagi pemulia tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih luas. Untuk membentuk tanaman transgenik, gen yang ditransfer dalam genom suatu tanaman haruslah gen yang bermanfaat yang belum dimiliki oleh tanaman dan dapat berasal dari spesies lain seperti bakteri, virus, atau tanaman lain. Teknik rekayasa genetika dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemulia tanaman yang sudah mapan dan telah digunakan selama bertahun-tahun.

Rekayasa genetika memiliki potensi sebagai teknologi yang ramah lingkungan dan dapat membantu mengatasi masalah pembangunan pertanian, yang tidak dapat dipecahkan secara konvensional. Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah, salah satu kendala utamanya adalah faktor biotik, seperti hama dan penyakit. Melalui rekayasa genetik sudah dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, herbisida, atau peningkatan kualitas hasil. Tanaman tersebut sudah banyak ditanam dan dipasarkan di berbagai negara.

Disamping hal positif dari tanaman transgenik, terdapat kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa tanaman transgenik tersebut akan mengganggu, merugikan dan membahayakan keanekaragaman hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia,. Kekhawatiran tersebut disebabkan oleh adanya anggapan bahwa tanaman hasil rekayasa genetik dapat memindahkan gen ke kerabat liar dan menjadi gulma super, menimbulkan dampak negatif bagi serangga berguna, menyebabkan alergi, keracunan, atau bahkan bakteri di dalam perut menjadi resisten terhadap antibiotik akibat penggunaan markah tahan antibiotik dalam tanaman transgenik. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian teknis aspek keamanan hayati sebelum produk rekayasa genetik digunakan dan dikomersialkan.

Sehubungan dengan hal tersebut telah dikeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik ( PBPHRG ). Namun di dalam Keputusan Menteri Pertanian tersebut belum mencangkup aspek keamanan pangan, oleh sebab itu SK tersebut telah direvisi menjadi Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian; Menteri Kehutanan dan Perkebunan; Menteri Kesehatan; dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tentang keamanan hayati dan keamanan pangan yang telah ditandatangani pada 29 September 1999.

Dalam tulisan ini diuraikan status penelitian dan pengembangan rekayasa genetika tanaman, persepsi masyarakat terhadap tanaman transgenik dan manfaatnya, kekhawatiran terhadap tanaman transgenik, pengaturan keamanan pangan di negara lain, peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan di Indonesia, serta pengujian keamanan hayati tanaman transgenik.

Bagikan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More